Hal penting saat orang tua bersama anak

Wednesday, 19 October 2016

Tips Menemani si kecil Bermain di Rumah

Bagi bunda yang sedang bingung mengatur jadwal kegiatan bersama si kecil dirumah, kini tidak perlu risau lagi. Karna kali ini saya ingin berbagi sedikit tips bermain bersama anak dengan cara membuat beberapa kesepakatan bersama, atau istilah kita aturan main. Anak anak adalah individu yang sisi egosentrisnya masih sangat tinggi. Namun dengan arahan secara konsisten dan berkesinambungan, kesepakatan yang kita buat bersama tersebut akan mereka pahami dan secara tidak langsung menjadi hal yang harus mereka lakukan secara konsisten. Banyak sekali contoh-contoh aturan main (kesepakatan) yang bisa kita buat bersama anak, tentunya harus menyesuaikan situasi dan kebutuhan masing-masing bunda dan anak. Misalnya, poin pertama bisa di sepakati untuk “sayang teman”. Sayang teman disini adalah segala bentuk perbuatan yang membuat nyaman lingkungan sekitar, bisa meliputi teman teman bermainnya, ayah bunda, kakek nenek dll. Nah selanjutnya, ketika anak “berulah” atau melakukan suatu hal yang membuat teman lain tidak nyaman seperti memukul atau merebut mainan teman, kita bisa menegurnya dengan mengatakan “keberatan”, “maaf nak, ibu keberatan, silahkan kembalikan mainan kak Alika”, “maaf dek Ashfa, ummii keberatan kalo adek mukul teman seperti itu, silahkan adik minta maaf”. Pemilihan kata juga sangat penting ya bunda, agar anak tidak tersinggung dan tetap merasa dihargai, sehingga ia akan menerima dengan mudah setiap anjuran kita. Dalam hal ini, kita harus berusaha konsisten menerapkan aturan tersebut. Kita tidak boleh lalai dalam hal ini, sebab seringkali ayah bunda luluh hatinya karena tangisan atau rengekan si kecil yang makin menjadi ketika ayah bunda berusaha untuk konsisten. Sekali saja benteng pertahanan ayah bunda jebol, maka si kecil tidak segan segan untuk mengulangi tangisan maupun rengekan jitunya sebagai senjata mendapatkan hati ayah bunda sekalian di lain kesempatan.
Poin kedua bisa kita gunakan dengan “Bermain sampai tuntas”. Anak anak dengan sejuta rasa ingin tahunya selalu melakukan berbagai macam hal saat bermain. Seluruh perabot rumah dan mainan berhamburan saat si kecil memulai aktivitasnya. Tidak heran jika ayah bunda seringkali merasa capek dan dibuat kesal saat harus membereskan mainan yang berserakan berulangkali. Namun sekarang ayah bunda tidak perlu khawatir lagi, karena kita punya poin penting “Bermain sampai tuntas”. Sikecil diajarkan cara bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan dengan harus tuntas dalam bermain. Tuntas dalam artian ia fokus bermain dengan apa yang telah ia pilih, memulai permainan hingga permainan tersebut selesai (misal anak memilih bermain balok, maka ia harus konsisten dengan pilihannya hingga waktu bermain selesai atau hingga ia telah menyelesaikan permainan baloknya), juga tuntas dalam artian ia harus mengembalikan seluruh mainan yang ia pakai ke tempat semula ketika permainan telah usai atau saat ia menginginkan permainan lain.
Poin selanjutnya, ayah bunda dapat membuat kesepakatan lain yang dibuat bersama anak, seperti minta izin bila mau lewat, minta maaf jika salah, dan lain sebagainya, menyesuaikan kebutuhan ayah bunda dan ananda di rumah.
Demikian sedikit info mengenai aturan main, tips dalam menemani anak saat bermain juga penanaman pendidikan karakter sejak usia dini. Semoga bermanfaat.
Salam penulis,
Desty Prasetya

Tuesday, 16 August 2016

Disiplin, poin penting dalam parenting?

Disiplin, poin penting dalam parenting?
Karakter disiplin merupakan salah satu karakter utama yang didambakan orang tua agar dimiliki oleh putra putrinya. Karakter ini adalah karakter penentu bagaimana keteraturan hidup seseorang akan berlangsung. Dalam pembentukannya, pendisipilinan merupakan hal yang tidak mudah diterapkan hingga dilanggengkan keberlangsungannya dalam kehidupan sehari-hari terlebih saat pengasuhan usia 0 hingga 6 tahun yang merupakan usia emas ini.
Poin terpenting saat anda para orang tua ingin menanamkan karakter ini adalah dengan konsisten terhadap sebuah peraturan atau kesepakatan yang anda buat bersama buah hati anda. Langkah awal yang harus anda buat adalah membuat poin poin peraturan bermain, peraturan makan dan hal-hal lain yang bersifat permanen yang nantinya akan anda buat menjadi sebuah kesepakatan bersama buah hati anda sebelum ia memulai aktifitas kesehariannya. Poin poin peraturan tersebut tentunya juga harus dibarengi dengan tingkat ke konsistensian anda, juga anggota keluarga lain di rumah dalam melaksanakannya. Jadi, peraturan tersebut tidak serta merta hanya berlaku untuk buah hati anda, namun juga seluruh anggota keluarga yang berada di lingkungannya. Sebab, hal ini akan menumbuhkan perasaan konsisten pada buah hati anda, yang merupakan faktor terpenting dalam karakter disiplin.
By : Desty Prasetya
Inspired by Sri iin Setyawati, Desty Prasetya’s Mom
Wallaahu a’lam bisshawab.
Silahkan tuliskan komentar berupa kritik,saran maupun tanggapan dengan menuliskannya di kolom komentar di bawah ini. Jangan lupa sertakan nomor HP ya.. ada bingkisan menarik dari penulis untuk komentar terbaik. Selamat berpetualang di dunia membaca. :’)

Manfaat dan Dampak negatif Baby walker

Tidak terasa ya Bunda, sembilan bulan berlalu, buah hati kita sudah melewati berbagai macam perkembangan hingga saat ini ia telah mampu berdiri dan siap untuk melewati perkembangan selanjutnya, berjalan. Ini artinya, ia telah mampu untuk mengenali dunia lebih jauh lagi.
Kita sebagai orang tua, pastinya selalu ingin memberikan yang terbaik untuk buah hati kita. Memberikan fasilitas terlengkap untuk setiap tahap perkembangannya. Termasuk saat ia mulai mampu berdiri dan bersiap untuk berjalan. Biasanya, di tahap ini Ayah dan Bunda akan memberikan si kecil hadiah berupa Baby walker atau yang akrab di sebut apolo. Apa saja kah manfaat dari Baby walker ini?adakah dampak negatif penggunaanya?
Salah satu manfaat Baby walker untuk bayi adalah untuk membantu menstimulasi dan melancarkan tahapan berjalan pada bayi. Baby walker membantu menguatkan otot otot pada kaki si kecil. Dengan begitu ia akan lebih cepat berjalan. Namun Bunda, ada hal yang perlu kita perhatikan lebih dari sekedar tahapan fisik “cepat berjalan” ini. Apakah itu?
Berbeda dengan manfaat baby walker secara fisik, secara sosial emosional, Baby walker justru membawa beberapa dampak negatif. Dalam perkembangannya di rentang usia emas 0-7 Tahun, bayi harus melalui tahapan “jatuh bangun” saat ia berada dalam masa belajar berjalan dari tahapan berdiri. Hal ini akan membentuk karakter tangguh yang akan senantiasa tertanam pada si kecil di kemudian hari yang tentunya tidak akan ia dapatkan saat ia melalui tahapan berjalannya dengan menggunakan Baby walker. Selain itu,Baby walker mengajarkan anak untuk menjadi pribadi yang malas, menginginkan sesuatu yang instan tanpa mau melalui proses yang menyulitkannya (Baby walker membantu si kecil menggapai apa yang ia inginkan tanpa ia harus bersusah payah bangun seperti yang seharusnya ia jalani saat ia belajar berjalan tanpa menggunakan alat bantu). Sesuatu yang instan di sini adalah ketika bayi hanya perlu menginjakkan satu kakinya dari lantai kemudian ia mampu menjangkau jarak yang jauh dengan bantuan Baby walker tersebut.
Satu hal lain yang belakangan penulis tahu, bahwa ternyata Baby walker hanya populer di daerah Indonesia dan India, mengapa? Karena dua negara inilah yang memiliki tingkat minat baca rendah di dunia. Inilah alasan mengapa di sekitar kita masih sangat populer dalam penggunaan Baby walker. Bahkan beberapa kalangan memiliki anggapan “Maju” saat bisa memberikan buah hati mereka fasilitas ini. Yuk, jadi Ayah Bunda yang bijak untuk masa depan baik buah hati kita.
Wallaahu a’lam bisshawab.
Silahkan tuliskan komentar berupa kritik,saran maupun tanggapan dengan menuliskannya di kolom komentar di bawah ini. Jangan lupa sertakan nomor HP ya.. ada bingkisan menarik dari penulis untuk komentar terbaik. Selamat berpetualang di dunia membaca. :’)
@desty.prasetya

Sunday, 8 May 2016

Hal penting saat orang tua bersama anak

Hal yang perlu orang tua tahu, calon orang tua tahu, dan lingkungan anak-anak kita tahu. Mengapa ?karena butuh satu kampung untuk mendidik satu anak. Jadi sebaiknya, mari kita berbagi ilmu ini kepada siapapun yang berada di lingkungan kita. :’)
Saat Bersama Anak :
1. Hindari berkata “Jangan”, hal ini akan menumpulkan kreatifitas dan perkembangan otak mereka (menghambat pertumbuhan neuron pada otak). Biarkan anak bereksplorasi dengan lingkungannya. Beri ia kebebasan, namun dengan pengawasan. Penggunaan Kata negatif “Jangan” bisa diganti dengan menggunakan kata lain seperti “Sebaiknya” atau kata lain yang tidak bermakna negatif (larangan). Misalnya, “Kakak sebaiknya nggak perlu mainan pisau..”, “Silahkan lari-lari, namun sebaiknya hati-hati..” dls. Sebuah penelitian mengatakan bahwa seekor kutu loncat yang tadinya mampu melompat beratus kali tinggi badannya, berubah drastis menjadi hanya mampu berjalan hanya karena kutu loncat tersebut di masukkan kedalam kotak korek api selama beberapa minggu. Kesimpulannya, anak dengan pola asuh banyak larangan “jangan” (diibaratkan kutu loncat yang berusaha melompat namun tertahan kotak korek api), semakin lama akan menurun tingkat perkembangannya. Orang tua memiliki banyak pilihan kata maupun bahasa lain yang lebih baik, namun sering halnya kebingungan saat harus menghindari kata yang telah membudidaya di lingkungan kita. Namun karena kita telah mengetahui dampak besar yang dapat terjadi dari kata negatif tersebut, maka kita harus segera mengubah pola pikir, pola asuh kita terhadap anak anak kita.
2. Hindari menyalahkan batu, tembok, atau benda benda lain yang dianggap menjadi penyebab jatuhnya anak. Hal ini secara tidak langsung orang tua telah mengajarkan anak 3 hal pada anak. Yang pertama mengajarkan anak untuk berbohong, karena kesalahan tidak dilakukan oleh benda benda tersebut melainkan karena anak kurang berhati-hati. Kedua, mengajarkan anak untuk selalu menyalahkan orang lain. Ketiga, mengajarkan anak untuk memarahi orang lain. Ketiga hal ini tentunya akan memberikan dampak negatif yang begitu besar pada psikologis anak saat dewasa nanti. Seperti halnya yang telah kita tahu, banyak penipuan terjadi meraja lela, ribuan koruptor saling menyalahkan dan tidak ada seorangpun pelaku kejahatan maupun pelaku organisasi yang dengan sukarela menyatakan bahwa dirinya bersalah, yang salah siapa?orang lain. Lalu bagaimana kita menginginkan anak anak kita kelak?apakah seperti krisis moral seperti sekarang? Kita berhak memilih.
3. Hindari mengancam anak. Kata kata ancaman sangat variatif. Mulai dari yang lembut seperti lagu “nina bobok” (nina bobok, ooh nina bobok, KALAU TIDAK BOBOK, DIGIGIT NYAMUK) atau lagu wajib seperti “tak tinggal loh yaa”, “gak diajak jalan jalan lo ya kalau nakal”, hingga yang paling kasar seperti, mengepalakan tangan sebagai isyarat ancaman. Ya, kita terlihat paling berkuasa saat mereka masih anak anak. Dengan sigap mereka akan segera menuruti kemauan kita dengan jurus jitu “ancaman” ini. Namun bagaimana saat mereka beranjak dewasa?hal yang sama akan mereka lakukan pada kita. Tidak tanggung tanggung, karena mereka menjadi lebih pandai dari kita. “Pokoknya adik minta dibelikan HP, kalau nggak adik nggak mau makan”, atau yang sering terjadi di lingkungan saya “Kalau kakak nggak dibeliin motor ninja, kakak mau bolos sekolah” dll. Begitulah kemungkinan besar yang akan terjadi pada mereka saat besar nanti jika saat saat usia emas mereka kita hiasi dengan kata ribuan kata ancaman.
4. Hindari membandingkan anak (meskipun secara halus). Seperti “Itu Alya aja bisa...”, “Ashfa aja mau makan, kok kakak enggak sih..”, “Tuh Fafa aja mau gambar, masa adik nggak mau gambar..” dst. Mungkin maksud kita bukan membandingkan. Namun lebih ke keinginan kita untuk memberikan motivasi pada anak. Namun karena penggunaan kalimat yang kurang tepat, dapat mengakibatkan anak merasa dibanding bandingkan. Dan mereka tidak suka itu. Hal yang terjadi bukan malah ia termotivasi, melainkan ia akan bersih keras dengan apa yang dia inginkan (Ngeyel, makin tidak mau). Hal ini tentunya wajar, karena pada dasarnya setiap individu ingin dianggap keberadaannya. Jika ingin menggunakan teman untuk memotivasi, gunakan kalimat “Wah, Ashfa mau makan banyak tuh, pasti ini rasanya enak, yuk kita coba..”. Menggunakan kata dan kalimat yang sekiranya tidak menyinggung perasaan anak, tidak terkesan membandingkan.
5. Hindari Labeling negatif pada anak. Apakah itu labeling negatif? Labeling negatif adalah memberi label yang tidak baik pada anak. Misalnya, “Dasar anak nakal..”, “Dasar anak bodoh..” dst. Memilih kata yang baik untuk konsumsi anak anak kita adalah hal yang wajib dilakukan oleh orang tua. Karena apa yang kita katakan, akan mereka contoh. Apa yang kita (orang tua) ucapkan, akan menjadi sebuah do’a. Terlepas dari kedua hal itu, label negatif akan senantiasa memberikan sugesti negatif pada anak sehingga kata kata tersebut akan tertanam di pikiran dan hati mereka hingga hasilnya akan menjadi kebiasaan.
Sebuah penelitian menyatakan, bahkan hal yang sama pun terjadi pada benda mati. Dua buah toples A dan B yang diletakkan nasi didalamnya, diletakkan pada ruang yang berbeda. Toples A diberi label dengan tulisan “BAIK”. Sedangkan toples B diberi label dengan tulisan “BURUK”. Masing masing toples diberi perlakuan yang berbeda di masing masing ruangan. Setiap hari toples A di beri kata-kata positif, “kamu baik, bermanfaat, pintar..”dst. Sedangkan toples B diberi kata-kata negatif setiap harinya, “kamu bodoh, nakal, merugikan..”dst. Apa yang terjadi beberapa hari kemudian?Hal yang mencengangkan bagi saya. Nasi yang berada ditoples B membusuk. Dan hal yang sebaliknya terjadi pada toples A adalah, nasi menjadi tape.
6. Asah kemampuan bahasanya. Kadang, karena orang tua sudah paham dengan apa yang anak inginkan hanya dengan anak menangis, rewel, atau marah, orang tua lantas langsung memberikan apa yang anak inginkan tanpa berbasa-basi. Sebaiknya orang tua bertanya, mengapa anak menangis, menanyakan apa yang ia inginkan, mengapa ia menangis, mengapa ia marah, apa yang membuatnya marah. Pancing hingga anak mau mengutarakannya dengan bahasa yang jelas. Hal ini akan menjadi kebiasaan jika orang tua tidak pernah mengajak anak berbicara dari hati ke hati.
7. Buat kesepakatan dengan Anak. Meski mereka masih anak anak dan belum tentu memahami apa yang kita bicarakan, terus berusahalah untuk mengajak mereka berbicara seolah mereka mengerti. Ajaklah mereka berdiskusi serta bernegosiasi sebelum kita memulai kegiatan dengan anak. Misalnya, kesepakatan untuk sayang teman, bermain sampai tuntas, beres-beres dan merapikan setelah selesai bermain, minta izin kalau mau pegang kepala teman, tangan hanya untuk bermain dan menyayangi teman, kaki hanya untuk berjalan dan menendang bola.
8. Asah social skill anak dengan membiasakan anak untuk menyapa temannya, meminta maaf ketika salah, mengucapkan terimakasih, memahami dan mengikuti kesepakatan yang telah dibuat bersama.
9. Disiplin. Hal yang paling krusial namun kadang justru menjadi penghambat terlaksananya keseluruhan poin di atas. Orang tua sebaiknya disiplin dalam menanamkan nilai nilai moral atau kebiasaan yang dibina bersama anak dan lingkungan (Ayah, ibu, kakek, nenek dll). Ketidak konsistenan lingkungan akan menjadikan anak tidak menghargai kesepakatan/ kebiasaan yang sebelumnya telah dibuat. Misalnya, ketika orang tua menetapkan jadwal menonton televisi (hanya 2 jam perminggu saat liburan) atau peraturan menonton televisi (hanya boleh menonton film anak-anak), maka sebaiknya orang tua dan lingkungan si anak juga menjalankan peraturan tersebut dengan konsisten. Contoh lain seperti ketika orang tua menginginkan anaknya membuang sampah pada tempatnya. Maka ketika mengetahui anak tidak mau membuang sampah pada tempatnya, tidak lantas membiarkan atau memberi toleransi pada anak untuk membuang sampah sembarangan, namun bagaimana caranya membujuk anak agar tetap mau membuang sampah pada tempatnya.
10. Memberi Contoh. Sama halnya dengan kedisiplinan, memberi contoh adalah hal yang amat penting, hal yang paling mendasar dari keseluruhan poin di atas. Bagaimana anak kita, adalah cerminan dari kita, orang tuanya. Percayalah, kerja keras anda untuk mengubah pola hidup, serta pola pikir demi membentuk karakter anak anak untuk menjadi lebih baik akan anda panen saat mereka dewasa nanti. Karena anak anak usia 0-7 tahun adalah usia emas yang akan begitu cepat terlewati. Jangan sampai waktu yang sebentar tersebut kita lewati begitu saja tanpa sebuah perjuangan. Anak anak usia ini diibaratkan seperti pondasi, bagaimana dinding dan atapnya akan terbentuk, miring atau tidaknya sebuah rumah, bergantung pada miring/tidaknya pondasi, bergantung pada kokoh/tidaknya pondasi yang sebelumnya kita bangun. Anak anak usia ini juga diibaratkan seperti adonan semen yang masih basah. Apapun yang jatuh di atas adonan tersebut, ia akan membentuk di atas adonan itu.
*Baca juga, Pola Asuh Orang Tua
Wallaahu a’lam bishowab.
Parenting by Desty Prasetya.