Hal penting saat orang tua bersama anak

Wednesday, 23 April 2014

Kenangan Penting tentang Cinta

Suatu hari, mungkin kau akan lupa bagaimana rasanya pertama kali kau jatuh cinta pada suamimu sendiri. Suatu hari, mungkin kau akan lupa bagaimana caranya menyatakan sayangmu padanya. Dan karena itulah, aku ingin mengabadikan perasaan terindah ini untuk suatu hari kubaca bersama suamiku dimasa tuaku nanti. Agar aku tidak pernah lupa bagaimana indahnya mencintainya. Sepanjang hidupku.

Aku mengenalnya lewat sosialisasi pembelajaran kampus baru kami, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kala itu, aku hanya bisa melihatnya dari ujung kelas. Mencari tahu tentang namanya, nomor telfonnya. Kemudian, sesekali mata kami bertemu, membuat sepersekian detik hidupku serasa berhenti. Semuanya membias. Hanya ada aku, dan dia serta degub jantungku yang terdengar begitu jelas. Aku jatuh cinta, pada pandangan pertama.

Aih..apakah sama dengan yang di sana?
Entahlah.

Hari-hari berikutnya perbincanganku dengan beberapa teman baruku hanya seputar dia, lelaki yang ku lirik manisnya, Muhammad Wachid Abrori. Atau yang akrab kami sebut MW.
Beberapa hari setelah pesan singkat ku layangkan sebagai permintaan pertemananku, dia mengajakku bertemu untuk mengerjakan tugas akhir sospem bersama di sebuah warnet dekat kampus. Kala itu aku sedang ijin pondok beberapa hari karena kegiatan kampus yang begitu padat. Dengan penanmpilan yang "berbeda" ku beranikan diri untuk bersua dengannya. Jaket semi jeans, jilbab paris dan sarung khas madura sebagai identitasku, santri pondok. Jelas, pertemuan ini harus dengan etika seorang santriwati yang sedang bertemu santri laki-laki. menundukkan kepala, berbincang seperlunya.
Dan begitulah, pertemuan pertama kami. ada raut malu bercampur bahagia di sudut matanya.

Lima hari terhitung sejak hari pertama sospem, kami sudah banyak saling tahu. Aku banyak bertanya tentang latar belakang sekolahnya yang ternyata dulu dia adalah salah satu siswa Gontor, tentang keluarganya juga tentang bagaimana ia sampai di sini, Jurusan baru kami, Pendidikan Bahasa Arab. Begitu juga dengan dia yang begitu bersahabat menerimaku dan tidak enggan untuk saling bertukar cerita.

Masachid, begitu aku memanggilnya.


No comments:

Post a Comment